Kanker hati merupakan salah satu penyakit mematikan yang menjadi perhatian serius di dunia medis, termasuk di Indonesia, dikenal sebagai pembunuh diam-diam karena seringkali tidak menunjukkan gejala hingga mencapai stadium lanjut.
Data Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2022 mencatat kematian akibat kanker hati di Indonesia mencapai 23.383 kasus, meningkat dibandingkan tahun 2020 yang mencatat 19.721 kematian.
Konsultan Senior Ahli Onkologi Medis di Parkway Cancer Centre, Singapura Dr Foo Kian Fong, dalam rilis pers, Senin, mengatakan bahwa kanker hati dibagi menjadi dua jenis utama yaitu kanker hati primer dan sekunder.
Jenis primer yang paling umum adalah karsinoma hepatoseluler (HCC), yang berasal dari hepatosit atau sel utama dalam hati. Sementara itu, kanker hati sekunder adalah kanker yang menyebar ke hati dari organ lain seperti usus besar, paru-paru, atau payudara.
Sebagian besar kasus HCC terkait erat dengan infeksi hepatitis B atau C kronis. Namun, faktor lain seperti sirosis akibat konsumsi alkohol jangka panjang, penyakit hati berlemak non-alkohol (NAFLD), obesitas, dan diabetes tipe 2 juga meningkatkan risiko.
"Kematian pasien kanker hati seringkali disebabkan oleh sirosis hati (pengerasan hati) karena dapat menyebabkan gagal hati dan pendarahan internal yang berujung pada kematian," kata dia.
Selain itu, paparan aflatoksin-senyawa beracun dari jamur yang ditemukan dalam makanan seperti jagung dan kacang-kacangan yang disimpan dalam kondisi lembab-juga merupakan faktor risiko yang signifikan.
"Jika makanan memiliki jamur putih yang terlihat, meskipun dapat dibersihkan, aflatoksin masih dapat tertinggal. Risiko kanker hati dari senyawa ini bersifat kumulatif," kata Dr Foo.
Deteksi dini merupakan sebuah tantangan karena gejala kanker hati sering kali baru muncul ketika sudah pada stadium lanjut.
Gejala biasanya meliputi kelelahan yang ekstrem, mual, nyeri pada perut kanan atas, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan secara drastis, pembesaran perut, serta kulit dan mata yang menguning (penyakit kuning).
Untuk kelompok berisiko tinggi, seperti pembawa virus hepatitis B atau pasien sirosis, disarankan untuk menjalani ultrasonografi abdomen dan tes darah secara teratur setiap enam bulan.
Tes diagnostik lainnya termasuk CT scan atau MRI dengan kontras, serta tes penanda tumor seperti alfa-fetoprotein (AFP) dan PIVKA-II.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menyatakan bahwa diagnosis kanker hati dapat dilakukan tanpa biopsi jika hasil pencitraan dan laboratorium menunjukkan pola kanker hati yang khas, meskipun biopsi tetap direkomendasikan pada kasus-kasus tertentu.
Pengobatan kanker hati sangat tergantung pada stadium penyakit dan kondisi umum pasien. Beberapa metode pengobatan yang tersedia meliputi tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjutan.
Pada tahap awal, tindakan seperti operasi pengangkatan tumor atau transplantasi hati dapat meningkatkan harapan hidup. Di tahap menengah, tersedia metode seperti Transarterial Chemoembolization (TACE), Terapi Radiasi Internal Selektif (SIRT), atau Radioembolisasi Transarterial (TARE). Untuk tahap lanjutan, tersedia terapi sistemik seperti imunoterapi dan terapi yang ditargetkan, yang dapat memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Kemajuan teknologi medis juga telah memungkinkan untuk mengadopsi pendekatan multidisiplin, di mana tim dokter dari berbagai bidang seperti onkologi, hepatologi, dan pembedahan bekerja sama untuk menyusun strategi pengobatan yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien.
"Pendekatan ini sekarang menjadi standar dalam pengobatan kanker hati karena setiap pasien memiliki tantangan yang berbeda," kata Dr Foo.
Pencegahan tetap menjadi strategi utama dalam mengurangi insiden kanker hati. Vaksinasi Hepatitis B telah terbukti efektif dalam mengurangi insiden kanker hati di negara-negara dengan prevalensi tinggi seperti Taiwan.
Selain itu, perubahan gaya hidup juga memainkan peran penting, termasuk mengonsumsi kopi hitam tanpa gula dua kali sehari, mengikuti diet Mediterania, menjaga berat badan ideal, asam lemak omega3, berolahraga setidaknya 150 menit per minggu, serta latihan beban dua kali seminggu untuk mencegah sarkopenia dan memperlambat risiko osteoporosis.
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa mengonsumsi vitamin D, obat diabetes metformin, aspirin dosis tertentu, dan obat penurun kolesterol seperti statin dapat mengurangi risiko kanker hati, terutama pada kelompok berisiko tinggi.
Kanker hati adalah penyakit yang mematikan, tetapi dengan meningkatnya kesadaran, pemeriksaan rutin, dan kemajuan pengobatan, peluang untuk hidup lebih lama dan kualitas hidup yang lebih baik semakin meningkat.
"Jangan menunggu sampai gejala muncul. Lakukan skrining dan pencegahan. Gaya hidup sehat akan menyelamatkan Anda," pungkas Dr Foo.
Editor : Bima Agustian
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2025